Minggu, 24 Maret 2013

Figur Tokoh Mengabsenkan Ilahiah Allah



Ilahiah Allah adalah ketuhanan yang Mahaesa. Ilahiah Allah adalah diibadatinya Allah dengan segala nama, gelar dan sifat-Nya. Hak Allah untuk diibadati dan tidak disekutukan dengan apa dan siapapun juga.
 
Dihadirkannya sosok makhluk, sebagai figur tokoh yang mulia, walaupun karena ketaatan sosok itu pada Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa, manusia menjadi berketergantungan padanya karena kitab-kitab Allah yang diwahyukan sebagai ajaran kenabian melalui para rasul-Nya tidak difahami untuk dipegangi dengan ketaatan yang istiqamah.
Ketergantungan pada hadirnya sosok untuk dijadikan pegangan berpendirian, figur tokoh manusia yang dijadikan ikutan, bahkan sekalipun ia adalah nabi, oleh karena tidak memahami ayat-ayat Allah dalam kitab-kitab-Nya dan kenabian rasul-Nya menjadi mengabsenkan ilahiah Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa adalah kesesatan yang nyata.
Mengabsenkan ilahiah Allah juga dikatakan sebagai keras membatunya hati untuk menghadirkan Allah dalam sebutan dan keras hati untuk menghadirkan ayat Allah dalam segala segi kehidupan yang ditaati.

Kesesatan yang nyata itu sebagaimana difirmankan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa :

Maka apakah orang-orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah untuk Islam maka ia ada pada cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (QS. 39/Az-Zumar : 22)

Kesesatan yang nyata itu sebagaimana umat nasrani berfaham gereja dalam ketergantungannya pada hadirnya Nabi Isa putra Maryam menggantikan pemahaman dan pemegangannya pada ayat-ayat Allah dalam kitab-Nya, Taurat dan Injil yang asli untuk ditaati secara istiqamah.
Kesesatan yang nyata itu sebagaimana yang disebutkan Al-A'zhami sebagai berikut :
Kristus dikatakan sebagai salah satu dari tiga unsur Ketuhanan (Godhead). Siapapun yang masuk ke sebuah gereja, gereja manapun yang diakui secara tradisional, bagaimanapun juga akan segera melihat absennya dua per tiga dari Ketuhanan ini secara telanjang, dengan hanya figur satu-satunya  yang terpampang, Yesus. Bapak dan Roh Tuhan telah dilupakan hampir sepenuhnya, dan sebagai gantinya Yesus Kristus mendapatkan kedudukan terkemuka (Prof. Dr. M.M. Al-A'zami, Sejarah Teks Al-Qur'an, dari Wahyu sampai Kompilasi, Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Gema Insani, Jakarta, cet. I, 2005, hal. 299)

 Ketergantungan pada sosok figur tokoh manusia yang dijadikan ikutan menggantikan difahaminya ayat-ayat Allah dalam kitab-kitab-Nya untuk ditaati sudah terjadi sejak generasi umat nabi Allah kedua setelah Nabi Adam yaitu umat nabi Idris 'alaihimaas-salaam.
Wadd, Suwaa`, Yaghuts, Ya`uq dan Nasr adalah lima sahabat nabi Idris yang shalih yang taat pada ayat-ayat Allah dalam kitab-Nya dan setia dengan istiqamah mengikuti jejak kenabian Rasul Allah, Idris yang diutus setelah nabi Adam 'alaihimaas- salaam. Bandingkan kesamaannya dengan Abu Bakar, 'Umar bin Khaththab, 'Utsman bin 'Affan dan 'Ali bin Abi Thalib yang adalah sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sekaligus penerus kepemimpinan beliau di atas jejak kenabian yang beliau sebut Khulafa'ur-Rasyidiin al-mahdiyyiin (para khalifah, penerus kepemimpinan beliau yang di jalan kebenaran dan berpetunjuk) dan disebut beliau sebagai khilafah 'alaa minhajin-nubuwah  (para khalifah, penerus kepemimpinan beliau di atas jejak kenabian)

Sepeninggal para sahabat Nabi Idris yang shalih yang boleh dikatakan meninggal dunia secara berturut-turut itu, umat Nabi Idris lepas dari difahaminya ayat-ayat Allah dalam kitab-kitab-Nya untuk ditaati dan sunnah kenabian Nabi Idris untuk diikuti dan menggantinya dengan ketergantungan pada sosok figur ketokohan Wadd, Suwaa`, Yaghuts, Ya`uq dan Nasr.
Ketergantungan pada sosok figur ketokohan Wadd, Suwaa`, Yaghuts, Ya`uq dan Nasr, orang-orang shalih sahabat Nabi Idris, demikian pula 'Ali bin Abi Thalib, orang shalih sahabat Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa allam melebihi adanya yang bukan nabi, sebagaimana juga nabi Isa Putra Maryam melebihi adanya yang bukan tuhan menjadi mengabsenkan Allah, nama, gelar dan sifat-Nya baik sebagian kecil maupun sebagian besar atau bahkan keseluruhannya. Sehingga selayaknya Ash-Shamad itu, yang segala sesuatu bergantung padanya itu sebagaimana yang membasahi bibir pelaku ritual dzikir memang adalah Allah, tetapi diperlakukan sebagai Tuhan plus ataupun Tuhan minus. Padahal fundamentalisme, radikalisme dan ekstremisme perlakuan terhadap Ash-Shamad, yang segala sesuatu bergantung padanya yang sedemikian itu, sama sekali bukanlah  Allah. Sama sekali bukanlah Allah.
Padahal tidak mengabsenkan ilahiah Allah, baik sebagian ataupun keseluruhan hanya ada satu jalan, yaitu memahami ayat-ayat Allah dalam kitab-kitab-Nya untuk ditaati dan sunnah kenabian untuk diikuti. Tidak dengan lainnya baik sama sekali menggantinya maupun walau sekedar dengan mengoplos atau campursari.

Itulah yang terjadi ketika kemudian Allah mengutus Nabi Nuh kepada umat manusia sepeninggal Nabi Idris dan para shabat yang shalih itu.
Nuh berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kalian, (yaitu) sembahlah oleh kalian Allah, bertakwalah kepada-Nya dan ta`atlah kepadaku". (QS. 71/Nuuh : 2-4)

Maka missi kenabian dan kerasulan Nuh 'alaihis-salaam untuk manusia menempuh jalan memahami ayat-ayat Allah dalam kitab-kitab-Nya untuk ditaati dan sunnah kenabian untuk diikuti, mendapat penentangan dan perlawanan dari kaumnya dengan segala fundamentalisme, radikalisme dan ekstremismenya.
Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa`, yaghuts, ya`uq dan nasr". (QS. 71/Nuuh : 23)

Umat Nabi Nuh yang menentang bahkan melawan dihadirkannya ilahiah Allah itu bukan hanya perorangan, bukan pula komunitas minor melainkan adalah umat manusia penduduk bumi untuk ukuran zaman kegenerasiannya.
Ilahiah yang diibadati, yang berkenaan dengan urusan kehidupan yang fundamental dan asasi  mereka bergantung padanya itu mereka lepaskan dari Allah kemudian mereka mendaulatkannya pada sosok figur tokoh manusia hamba-hamba Allah yang shalih yang telah wafat, yang adalah bukan nabi apalagi tuhan. Itulah yang mereka legalkan menjadi sah untuk melawan missi kenabian dan kerasulan Nabi Nuh yang mereka hukumi aneh, asing dan illegal.
Perlakuan mereka terhadap hamba-hamba Allah yang shalih sedemikian itupun disahkan dan direstui hanya dengan memplesetkan sebutannya menjadi sebagai menghormati leluhur, perantara mendekatkan diri pada Tuhan, mengharap barakah, ampunan dan karunia fadhilah. Sama halnya apakah dibuatkan patungnya sebagaimana Wadd, Suwaa`, Yaghuts, Ya`uq dan Nasr ataupun tidak.

Absenkan Kitabullah dari Pemhaman untuk Ditaati

Mengabsenkan ilahiah Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa menjadi kepentingan otomatis orang beragama apapun apabila ayat-ayat Allah dalam kitab-kitab-Nya telah absen dari pemahaman untuk ditaati. Ini di luar orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab, Yahudi atau Bani Israil yang mereka ma'shiyat, tidak mau taat pada ayat-ayat Allah bukan karena tidak memahami, tetapi karena kedengkian walaupun sangat memahami kitab-kitab Allah sepenuhnya.
Orang berakal dengan berfikir sangat sederhana dengan mudah bisa memahami pesan seperti berikut ini :
Absekan kitab-kitab Allah dari pemahaman untuk ditaati di segala segi kehidupan dan di setiap zona di muka bumi otomatis ilahiah Allah diabsenkan.
Kemudian dari itu bangunlah lembaga-lembaga pendidikan, jaringan media komunikasi, buatlah kurikulum, organisasikanlah menjadi orpol, ormas, jamaah kemudian lancarkan kepada orang-orang di dalamnya sanjungan-sanjungan pada hamba-hamba Allah yang shalih seperti nabi Isa bin Maryam melebihi adanya menjadikan satu umat beragama terntentu, pada Ali bin Abi Thalib  melebihi adanya menjadi umat beragama yang lain, demikian pula menjadikan umat-umat yang berfaham teologi berbeda-beda, faham sosial, politik dan ekonominya. Kemudian lempari mereka dengan uang yang jaringan perbankannya telah detail ke setiap orang dan berikan bocoran sedikit ilmu berpolitik, menyusun undang-undang dan membuat senjata, maka kalian tinggal nonton mereka saling menerkam satu sama lain dan saling menjatuhkan hingga membinasakan dengan argumentasi akademik, dengan fitnah, riba, narkoba maupun senjata kimia. Sama halnya yang legal maupun illegal. Mereka tidak akan sempat melihat kalian sebagai musuh ataupun setan manusia. Dengan begitu kalian bisa menentukan siapa yang dibinasakan lebih dulu dan yang dimenangkan sementara untuk kemudian didorong pesaing baru yang melawannya. Dan seterusnya. Sebagaimana Anda bisa menentukan siapa yang menjadi kepala negara, kepala pemerintahan, pemimpin nasional di suatu negara pada periode yang akan datang. Logikanya adalah peternakan manusia, Andalah peternaknya.
Bila Anda tidak bisa memainkan permainan ini, itu hanyalah kebodohan Anda
 
Tentu saja ini tidak akan dilakukan oleh hamba-hamba Allah yang memilih jalan selamat dari murka Allah, adzab-Nya dan dosa. Tetapi inilah jalan yang dipilih oleh setan jin dan setan manusia dengan sumpah kepada Allah untuk menempuhnya yang disebut sebagai al-maghdhuubi 'alaihim.

Mengabsenkan pemahaman ayat-ayat Allah dalam kitab-kitab-Nya untuk ditaati dan sunnah kenabian rasul-Nya untuk diikuti cukup untuk menjadi terabsenkannya ilahiah Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa.

Iwan Gayo asal Takengon, Aceh kini tinggal di Jl. Menjangan, Pondok Ranji, Tangerang Selatan dalam Esiklopedia Islam Internasionalnya menulis sebagai berikut : Sangat sedikit orang yang tahu RA. Kartini merupakan pelopor lahirnya Al-Qur'an terjemahan di Indonesia. Kartini meminta KH. Saleh Darat, mufti Kesultanan Demak kala itu untuk menerjemahkan Al-Fatihah ke dalam bahasa Jawa. "Tidak ada gunanya membaca kitab suci yang tidak diketahui artinya" Kata Kartini (Harian Jawa Pos, 8 Maret 2013, hal. 11).

Ada seseorang memberi kesaksian (12 Maret 2013) bahwa pada masa lalu ada orang yang menggelapkan mobil rentalnya yang kemudian ditemukan setelah berbulan-bulan. Si penggelap mobil rental itu adalah penghafal Al-Qur'an.

Demikian pula absenkan sunnah kenabian Rasulullah dari pemahaman untuk diikuti, diganti dengan yang dari orang yang bukan nabi, yang terjadi adalah menghadirkan sosok figur yang Rasulullah tidak rela.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sendiri tidak rela sosok figur ketokohan dirinya dikedepankan beserta ilahiah Allah.
“Seorang laki-laki datang kepada Rasululllah shallallaahu ‘alaihi wa salam lalu ia berkata kepada beliau, ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu.” Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam bersabda, ‘Apakah engkau menjadikan aku sebagai sekutu (tandingan) bagi Allah? Katakanlah, “Hanya atas kehendak Allah semata.” (HR. Ahmad dan Nasaa’i, dengan sanad shahih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar