Tampilkan postingan dengan label Bank Uang Kertas dan Riba. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bank Uang Kertas dan Riba. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 Desember 2011

Bank, Uang Kertas dan Riba


Kepada Bani Israil Allah telah memerintahkan membayar zakat :
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لاَ تَعْبُدُونَ إِلاَّ اللهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلاَّ قَلِيلاً مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kalian mengibadati selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kalian tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kalian, dan kalian selalu berpaling. (QS. 2/Al-Baqarah : 83)
Nabi Isa mengajarkan pada kaumnya Bani Israil untuk membayar zakat, tetapi mereka berpaling kecuali sedikit.
Itulah yang terjadi pada tahun 30 M Nabi 'Isa 'alaihis-salam menentang pedagang uang keluar dari tanah suci karena monopoli mereka atas dinar (uang emas) yang tidak berlogo kaisar yang adalah secara total melanggar kesucian rumah Allah. Para pedagang uang itu menuntut kematian Nabi 'Isa beberapa hari kemudian dengan mengadu domba dengan kaisar dengan mengatakan kepada kaisar bahwa Nabi 'Isa berusaha menjadi pemimpin Yahudi

Pada sekitar 6 abad kemudian, tahun 631 M Rasulullah Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam menyatakan pada khutbahnya di Arafah tanggal 9 Dzul-hijjah :

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلاَ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ مَوْضُوعٌ وَدِمَاءُ الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعَةٌ وَإِنَّ أَوَّلَ دَمٍ أَضَعُ مِنْ دِمَائِنَا دَمُ ابْنِ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ كَانَ مُسْتَرْضِعًا فِي بَنِي سَعْدٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ
Sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian sebagaimana sucinya hari ini, di bulan ini, dam di megeri ini.  Ketahuilah bahwa segala sesuatu tentang urusan jahiliyah telah ahpus diletakkan di bawah telapak kakiku. Tuntutan darah masa jahiliah telah dibatalkan. Dan tuntutan yang mula-mula dhapuskan dari darah kita adalah Ibnu Rabi'ah bin Harits, ia disusukan di Bani Sa'ad dan dibunuh oleh suku Hudzail. Riba jahiliah juga batal dab riba kita yang pertama aku batalkan adalah riba Abbas bin Abdul Muththallib, semuanya menjadi hapus. (HR. Muslim)

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam memesankan anti riba karena alasan mentaati Allah sebagaimana Allah melarang hamba-Nya memakan riba.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan. (QS. 3/Aali 'Imraan : 130)

Sejarah tahun 1024
Kaum pedagang uang memegang kendali atas suplai uang Inggris di Abad Pertengahan dan pada saat itu secara umum mereka dikenal sebagai tukang emas (pembuat koin/perhiasan dari emas/perak). Kertas tanda terima yang didapatkan seseorang setelah menyimpan emas pada tukang emas mulai dipertukarkan karena ia jauh lebih menyenangkan dibanding dengan membawa mata uang emas (dinar) dan perak (dirham) yang berat. Inilah awal mula uang kertas digunakan.

Dengan berjalannya waktu, untuk menyederhanakan proses bisnis, tanda terima itu diberikan kepada pemegangnya tanpa melalui si penyimpan emas, dengan begitu membuatnya dapat ditransfer tanpa kebutuhan akan tanda tangan. Hal ini, juga, memutus mata rantai informasi kepada adanya deposit emas yang bisa diidentifikasi apakah uang kertas yang beredar di masyarakat terdapat deposit emasnya ataukah tidak.

Pada akhirnya tukang emas menyadari bahwa hanya sebagian dari para penyimpan emas yang pernah datang dan meminta kembali emas mereka, sehingga mereka mendapatkan cara bagaimana mereka bisa mengkhianati sistem ini. Mereka mulai mengeluarkan lebih banyak kertas tanda terima daripada jumlah emas yang ada di tangan mereka untuk menyangga kertas tanda terima itu dan tidak seorangpun akan menjadi lebih bijaksana untuk menyadari penipuan ini. Mereka akan meminjamkan kertas tanda terima palsu ini yang tidak didukung oleh emas yang mereka miliki dan menarik bunga atas pinjaman tersebut.
Inilah asal-usul dari sistem yang kita kenal sekarang sebagai Sistem Perbankan Cadangan Fraksional, dan seperti sistem yang berlaku hari ini, itu berarti tukang emas saat itu mampu membuat uang dalam jumlah sangat besar dengan cara meminjamkan apa yang pada intinya tanda terima palsu, karena tanda terima itu dipergunakan untuk emas yang tukang emas itu tidak memilikinya. Ketika mereka secara berangsur-angsur menjadi lebih yakin, mereka akan meminjamkan sampai dengan 10 kali dari jumlah cadangan emas yang mereka miliki.

Untuk menjelaskan bagaimana mereka meraup keuntungan dengan sistem ini, marilah kita ambil satu contoh dimana seorang tukang emas menarik dan membayar bunga yang sama kepada para kreditur (penyimpan emas di Bank) dan debitur (peminjam uang dari bank). Di dalam contoh ini, katakanlah anda menyimpan emas kepada seorang tukang emas. Si tukang emas akan membayar bunga 6% kepada anda, lalu  menarik bungan 6% atas uang, yakni kertas tanda terima palsu, yang dipinjam orang dari mereka (para tukang emas). Karena ia akan meminjamkan sepuluh kali lipat dari nilai emas yang ia terima dari anda, sementara ia membayar bungan 6% kepada anda (kreditur) mereka menarik keuntungan dari debitur (peminjam uang yang tak ada simpanan emasnya) sebanyak 60%. Ini dari emas anda.

Tukang emas juga menemukan bahwa kendali mereka atas suplai uang (kertas) yang curang ini memberi mereka kendali atas ekonomi dan aset-aset rakyat. Mereka menguatkan kendali mereka dengan cara mendayung ekonomi antara uang lancar dan uang ketat.

Cara mereka melakukan ini yaitu dengan membuat uang mudah untuk dipinjam dan dengan begitu meningkatkan jumlah uang yang beredar, lalu tiba-tiba mengetatkan suplai uang, menariknya dari peredaran dengan membuat pinjaman lebih sulit didapat atau menghentikan pinjaman sama sekali.
Membanjiri masyarakat dengan uang kertas ini  mudah dilakukan, karena mereka mencetak uang kertas tak terbatas yang ada cadangan emasnya. Demikian pula kapan saja mereka menghendaki menerapkan uang ketat. Tak ada otoritas yang memadai untuk mengontrolnya.

Mengapa mereka melakukan penerapan uang lancar dan uang ketat ini ? Jawabnya sederhana, karena langkah  itu akan mengakibatkan sebagian rakyat menjadi tidak mampu untuk membayar kembali pinjaman-pinjaman mereka yang sebelumnya, dan dengan tidak mempunyai fasilitas untuk mengambil pinjaman baru, mereka akan menjadi bangkrut dan terpaksa menjual aset-aset mereka kepada tukang emas dengan harga sangat murah.
Inilah yang persisnya terjadi di dalam ekonomi dunia hari ini, tetapi disebut dengan kata-kata , "siklus bisnis", "boom and bust", "resesi" dan "depresi" untuk membuat rakyat bingung akan penipuan pedagang uang.

Sejarah tahun 1225.
Sekitar 6 abad setelah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mempidatokan sistem Jahiliah termasuk riba hapus di bawah kedua kaki beliau, tahun 1225, St. Thomas Aquinas lahir. Ia adalah ahli teologi Gereja Katolik terkemuka yang berargumentasi bahwa membebankan bunga adalah tindakan yang salah karena ia menerapkan "beban ganda" yakni membebani biaya atas uang dan atas pemakaian uang.

Konsep ini mengikuti ajaran Aristoteles yang mengajarkan bahwa tujuan diadakannya uang itu untuk melayani warga masyarakat dan untuk memudahkan pertukaran dari barang-barang yang diperlukan untuk membangun suatu kehidupan yang berbudi luhur. Bunga bertentangan dengan akal sehat dan keadilan karena ia menaruh beban yang tak perlu atas pemakaian uang.

Begitulah hukum Gereja di Eropa Abad Pertengahan melarang pengenaan bunga atas pinjaman dan menyatakannya sebagai suatu kejahatan yang disebut "riba".

Hukum Gereja mengajarkan anti riba dengan alasan teologi, bukan alasan mentaati perintah dan larangan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa dalam kitab-kitab yang diwahyukannya..

Sekitar 6 abad setelah era St. Thomas Aquinas, pada 14 April 1865, Presiden AS, Abraham Lincoln dibunuh oleh John Wilkes Booth, di gedung Teater Ford. Lincoln dibunuh karena telah memimpin sebagai presiden AS berlawanan dengan kepentingan pedagang uang (penguasa keuangan) tersebut diatas.
Pada tahun sebelumnya, 21 November 1864, Abraham Lincoln menulis surat pada temannya, diantaranya mengatakan : "Penguasa keuangan (pedagang uang yang adalah bankir-bankir Yahudi internasional) memangsa bangsa-bangsa di masa damai dan berkomplot melawan mereka di masa kesengsaraan. Itu lebih sewenang-wenang daripada kerajaan, lebih biadab daripada otokrasi, lebih egois daripada birokrasi"
Abraham Lincoln dibunuh karena anti perbankan yang sejak sejarah awalnya bersendikan riba dan uang kertas dengan alasan untuk melindungi rakyat  dari kesewenang-wenangan perbankan yang memelaratkan, menyelamatkan rakyat dari musuh keadilan, musuh kemakmuran dan musuh kesejahteraan. Bukan alasan mentaati Yang Maha Menciptakan makhluk semesta alam  sesuai ajaran yang diwahyukan pada kitab-kitab-Nya

Apa yang terjadi pada sejarah yang dikemukakan ini membuktikan :
Pertama : Adanya anti riba yang bukan merupakan ketaatan pada Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa. Ini adalah peringatan buat para hamba Allah untuk mewaspadai shalat, zakat, shiyam dan hajjinya juga, karena bisa jadi hanya dengan alasan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan sosial yang ternyata bukan karena mentaati Allah yang Menciptakan dirinya.
Kedua : Sistem perbankan, uang kertas dan riba, satu sama lain tidak berdiri sendiri mengapa, untuk apa dan oleh siapa dalam sejarahnya ia diadakan.
Ketiga : Nabi 'Isa dan Nabi Muhammad shalawaatullaah 'alaihimaa memimpin umat menjalankan zakat dan shadaqah, muamalah dinar berjual beli barang dan jasa serta anti riba menentang jual beli uang.
Nabi 'Isa dan Nabi Muhammad shalawaatullaah 'alaihimaa, sebagaimana para Nabi dan Rasul Allah sebelumnya, menjalankan misi mentaati kitab-kitab Allah (termasuk Zabur, Taurat, Injil dan Al-Qur'an) yang diwahyukan itu terjaga dari dialihkannya missi ketaatan itu pada ajaran teologi.