Rabu, 21 Desember 2011

Agama Persaudaraan Baru


Orang beriman yang menyadari akan sifat kehidupan dunia, ada gelap, ada terang, ada orang beriman, ada orang kafir, ada yang adil, ada yang zhalim, mungkin ia lebih hormat pada orang kafir yang terang-terangan memusuhi orang beriman, orang kafir seperti Abu Jahal, dibandingkan dengan bila ia berhadapan dengan penipu yang pengecut. Penipu itupun tidak bangga dipandang tidak beriman sebagai orang beragama Nasrani, juga yang beragama Islam. Tetapi kebanggaannya yang tertinggi hingga siap martir demi kebanggaannya itu, tidak pula terletak pada agamanya yang dicibirnya bersama orang-orang yang beraneka agama, yaitu agamanya orang-orang yang dipandang kolot, fanatik, reaksioner, berpandangan picik, lagi fundamentalis, sektarian dan primordialis.
Kejuangannya sebagai humanis sejati terletak pada kepahlawanannya memuja  dewa yang diagungkannya dengan memberikan sajian ritus berupa darah dan nyawa revolusioner. Dewa yang dipuja-puja dan diagungkan secara sakral itu bernama 'Persaudaraan Baru'. Yaitu persaudaraan kaum revolusioner, yakni mereka yang beriman dengan yang tidak beriman, dalam satu dinamika semangat pembebasan di negeri-negeri orang beragama Nasrani di Amerika Latin, juga di Filipina di luar kendali Roma maupun Moskow. Dan di negeri orang-orang yang beragama Islam di Indonesia di luar kendali ulama maupun Partai Komunis di Indonesia. Ulama dipandangnya tidak mempunyai dasar menghukumi mereka kafir. Namun karena di negeri yang kekuatan Islamnya dikhawatirkan banyak orang akan bangkit, terhadap orang Islam yang beragama ‘Persaudaraan Baru’ Gerejapun kehilangan kepentingan untuk menjadikannya sasaran Kristenisasi, karena perkembangannya menjadi kekuatan torpedo terhadap kebangkitan kembali Islam, Back to Qur'an, Suatu torpedo yang fungsional secara alami dalam dialektika dinamika pergumulan Islamisasi dan sekularisasi.
Orang yang beragama Islam dibiayai melalui tangan seorang Romo Humanis hingga pendidikan strata tiga dan dikenal sebagai sosiolog. Sekembali dari pendidikannya ia bertanya pada Romo Humanis: “Apakah aku harus masuk agama Nasrani?” Dijawab oleh Romo Humanis: "Tidak.Kamu tidak harus berganti agama!" Ia mempunyai saudara yang sebangsa, setanah air dan seagama.Tentu saja bukan karena di KTP-nya sama-sama tercantum beragama Islam. Walaupun saudaranya itu beragama Islam yang sejak kecil hidup dalam lingkungan orang Islam. la tumbuh menjadi orang yang berpengaruh. Merupakan darah daging keluarga ulama besar panutan umat Islam, namun pengaruh besar yang dibawanya merupakan pengaruh sekuler yang tak pernah merujuk pada kitab suci Islam.
Penganut agama ‘Persaudaraan Baru’ beriman akan adanya neraka yang ditakutinya. Pertama : Neraka itu adalah kondisi keberagamaan yang gagal yang pernah diberikan Gereja dan diderita lebih banyak rakyat. Kondisi keberagamaan yang dilihat oleh Hegel sebagai suatu keterasingan (alienasi) hakikat manusia. Agama dalam pengertian itu yang dimaksud sebenarnya adalah agama Nasrani yang memang terasing dari hakikat kitab suci yang murni diwahyukan. Bahkan agama dipandang tidak ada hubungannya dengan sifat-sifat rujukan yang murni diwahyukan. Agama itu merupakan salah satu dari berbagai bentuk ideologi, yakni produk keruhanian suatu masyarakat, hasil dan gagasan-gagasan, perlambang-perlambang dan alam kesadaran semuanya jelas dibentuk oleh produksi material dan berkaitan erat dengan hubungan- hubungan sosial yang ada dalam masyarakat (Michael Lowy, Teologi Pembebasan, Pustaka Pelajar dan Insist Press, Yogyakarta, Cet, I, 1999, hal.3).
Kondisi keberagamaan yang dilihat sebagai keterasingan hakikat manusia, menjadi bencana kemanusiaan yang direaksi dengan penolakan rujukan yang bersifat keagamaan tanpa daya pilah (buta bashirah mumayyiz) antara rujukan dalam arti agama yang merupakan candu rakyat dan rujukan yang murni diwahyukan.
Bagi orang yang beragama sekuler itu, nasib Islam dengan wahyu yang bebas bias subjektivitas manusia harus sama dengan nasib agama keterasingan.
Kekuatan Islam yang kembali kepada Kitab Suci (Back to Qur'an) menjadi hantu sejarah yang akan mengulang malapetaka kemanusiaan yang terjadi pada abad pertengahan ketika kaum bangsawan (ningrat) dan kaum Gereja terlibat persaingan di bidang kekayaan materi dan kemewahan di alam feodal. Oleh karena itu masyarakat beragama Islam harus diasingkan dari kitab sucinya sebelum hantu sejarah benar-benar menjadi bencana. Misi pengasingan manusia dari kitab suci Al-Qur'an harus menjadi tema aktual setiap saat terutama di negeri-negeri umat beragama Islam, dengan aksi-aksi demi tercapainya perdamaian abadi berwajah demokratisasi dan pembelaan hak asasi manusiawi serta penghargaan agama sesama yang lain yang berbeda.
Kedua : Neraka itu juga kondisi ketidakberagamaan yang gagal, yang pernah dipersembahkan Marxisrne dan diderita lebih banyak rakyat serta mengasingkan lebih banyak orang dari ruhani dan rujukan yang murni diwahyukan.
Keterasingan hakikat manusia dalam kristianitas akibat dosa warisan, membiarkan manusia terasing dari hakikat kebenaran yang diwahyukan (dan suci dari bias subjektivitas manusia). Kenyataannya tidak mampu terus-menerus tampil sebagai “hakikat yang sama pada semua masa”

Senin, 19 Desember 2011

Bank, Uang Kertas dan Riba


Kepada Bani Israil Allah telah memerintahkan membayar zakat :
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لاَ تَعْبُدُونَ إِلاَّ اللهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلاَّ قَلِيلاً مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kalian mengibadati selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kalian tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kalian, dan kalian selalu berpaling. (QS. 2/Al-Baqarah : 83)
Nabi Isa mengajarkan pada kaumnya Bani Israil untuk membayar zakat, tetapi mereka berpaling kecuali sedikit.
Itulah yang terjadi pada tahun 30 M Nabi 'Isa 'alaihis-salam menentang pedagang uang keluar dari tanah suci karena monopoli mereka atas dinar (uang emas) yang tidak berlogo kaisar yang adalah secara total melanggar kesucian rumah Allah. Para pedagang uang itu menuntut kematian Nabi 'Isa beberapa hari kemudian dengan mengadu domba dengan kaisar dengan mengatakan kepada kaisar bahwa Nabi 'Isa berusaha menjadi pemimpin Yahudi

Pada sekitar 6 abad kemudian, tahun 631 M Rasulullah Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam menyatakan pada khutbahnya di Arafah tanggal 9 Dzul-hijjah :

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلاَ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ مَوْضُوعٌ وَدِمَاءُ الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعَةٌ وَإِنَّ أَوَّلَ دَمٍ أَضَعُ مِنْ دِمَائِنَا دَمُ ابْنِ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ كَانَ مُسْتَرْضِعًا فِي بَنِي سَعْدٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ
Sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian sebagaimana sucinya hari ini, di bulan ini, dam di megeri ini.  Ketahuilah bahwa segala sesuatu tentang urusan jahiliyah telah ahpus diletakkan di bawah telapak kakiku. Tuntutan darah masa jahiliah telah dibatalkan. Dan tuntutan yang mula-mula dhapuskan dari darah kita adalah Ibnu Rabi'ah bin Harits, ia disusukan di Bani Sa'ad dan dibunuh oleh suku Hudzail. Riba jahiliah juga batal dab riba kita yang pertama aku batalkan adalah riba Abbas bin Abdul Muththallib, semuanya menjadi hapus. (HR. Muslim)

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam memesankan anti riba karena alasan mentaati Allah sebagaimana Allah melarang hamba-Nya memakan riba.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan. (QS. 3/Aali 'Imraan : 130)

Sejarah tahun 1024
Kaum pedagang uang memegang kendali atas suplai uang Inggris di Abad Pertengahan dan pada saat itu secara umum mereka dikenal sebagai tukang emas (pembuat koin/perhiasan dari emas/perak). Kertas tanda terima yang didapatkan seseorang setelah menyimpan emas pada tukang emas mulai dipertukarkan karena ia jauh lebih menyenangkan dibanding dengan membawa mata uang emas (dinar) dan perak (dirham) yang berat. Inilah awal mula uang kertas digunakan.

Dengan berjalannya waktu, untuk menyederhanakan proses bisnis, tanda terima itu diberikan kepada pemegangnya tanpa melalui si penyimpan emas, dengan begitu membuatnya dapat ditransfer tanpa kebutuhan akan tanda tangan. Hal ini, juga, memutus mata rantai informasi kepada adanya deposit emas yang bisa diidentifikasi apakah uang kertas yang beredar di masyarakat terdapat deposit emasnya ataukah tidak.

Pada akhirnya tukang emas menyadari bahwa hanya sebagian dari para penyimpan emas yang pernah datang dan meminta kembali emas mereka, sehingga mereka mendapatkan cara bagaimana mereka bisa mengkhianati sistem ini. Mereka mulai mengeluarkan lebih banyak kertas tanda terima daripada jumlah emas yang ada di tangan mereka untuk menyangga kertas tanda terima itu dan tidak seorangpun akan menjadi lebih bijaksana untuk menyadari penipuan ini. Mereka akan meminjamkan kertas tanda terima palsu ini yang tidak didukung oleh emas yang mereka miliki dan menarik bunga atas pinjaman tersebut.
Inilah asal-usul dari sistem yang kita kenal sekarang sebagai Sistem Perbankan Cadangan Fraksional, dan seperti sistem yang berlaku hari ini, itu berarti tukang emas saat itu mampu membuat uang dalam jumlah sangat besar dengan cara meminjamkan apa yang pada intinya tanda terima palsu, karena tanda terima itu dipergunakan untuk emas yang tukang emas itu tidak memilikinya. Ketika mereka secara berangsur-angsur menjadi lebih yakin, mereka akan meminjamkan sampai dengan 10 kali dari jumlah cadangan emas yang mereka miliki.

Untuk menjelaskan bagaimana mereka meraup keuntungan dengan sistem ini, marilah kita ambil satu contoh dimana seorang tukang emas menarik dan membayar bunga yang sama kepada para kreditur (penyimpan emas di Bank) dan debitur (peminjam uang dari bank). Di dalam contoh ini, katakanlah anda menyimpan emas kepada seorang tukang emas. Si tukang emas akan membayar bunga 6% kepada anda, lalu  menarik bungan 6% atas uang, yakni kertas tanda terima palsu, yang dipinjam orang dari mereka (para tukang emas). Karena ia akan meminjamkan sepuluh kali lipat dari nilai emas yang ia terima dari anda, sementara ia membayar bungan 6% kepada anda (kreditur) mereka menarik keuntungan dari debitur (peminjam uang yang tak ada simpanan emasnya) sebanyak 60%. Ini dari emas anda.

Tukang emas juga menemukan bahwa kendali mereka atas suplai uang (kertas) yang curang ini memberi mereka kendali atas ekonomi dan aset-aset rakyat. Mereka menguatkan kendali mereka dengan cara mendayung ekonomi antara uang lancar dan uang ketat.

Cara mereka melakukan ini yaitu dengan membuat uang mudah untuk dipinjam dan dengan begitu meningkatkan jumlah uang yang beredar, lalu tiba-tiba mengetatkan suplai uang, menariknya dari peredaran dengan membuat pinjaman lebih sulit didapat atau menghentikan pinjaman sama sekali.
Membanjiri masyarakat dengan uang kertas ini  mudah dilakukan, karena mereka mencetak uang kertas tak terbatas yang ada cadangan emasnya. Demikian pula kapan saja mereka menghendaki menerapkan uang ketat. Tak ada otoritas yang memadai untuk mengontrolnya.

Mengapa mereka melakukan penerapan uang lancar dan uang ketat ini ? Jawabnya sederhana, karena langkah  itu akan mengakibatkan sebagian rakyat menjadi tidak mampu untuk membayar kembali pinjaman-pinjaman mereka yang sebelumnya, dan dengan tidak mempunyai fasilitas untuk mengambil pinjaman baru, mereka akan menjadi bangkrut dan terpaksa menjual aset-aset mereka kepada tukang emas dengan harga sangat murah.
Inilah yang persisnya terjadi di dalam ekonomi dunia hari ini, tetapi disebut dengan kata-kata , "siklus bisnis", "boom and bust", "resesi" dan "depresi" untuk membuat rakyat bingung akan penipuan pedagang uang.

Sejarah tahun 1225.
Sekitar 6 abad setelah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mempidatokan sistem Jahiliah termasuk riba hapus di bawah kedua kaki beliau, tahun 1225, St. Thomas Aquinas lahir. Ia adalah ahli teologi Gereja Katolik terkemuka yang berargumentasi bahwa membebankan bunga adalah tindakan yang salah karena ia menerapkan "beban ganda" yakni membebani biaya atas uang dan atas pemakaian uang.

Konsep ini mengikuti ajaran Aristoteles yang mengajarkan bahwa tujuan diadakannya uang itu untuk melayani warga masyarakat dan untuk memudahkan pertukaran dari barang-barang yang diperlukan untuk membangun suatu kehidupan yang berbudi luhur. Bunga bertentangan dengan akal sehat dan keadilan karena ia menaruh beban yang tak perlu atas pemakaian uang.

Begitulah hukum Gereja di Eropa Abad Pertengahan melarang pengenaan bunga atas pinjaman dan menyatakannya sebagai suatu kejahatan yang disebut "riba".

Hukum Gereja mengajarkan anti riba dengan alasan teologi, bukan alasan mentaati perintah dan larangan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa dalam kitab-kitab yang diwahyukannya..

Sekitar 6 abad setelah era St. Thomas Aquinas, pada 14 April 1865, Presiden AS, Abraham Lincoln dibunuh oleh John Wilkes Booth, di gedung Teater Ford. Lincoln dibunuh karena telah memimpin sebagai presiden AS berlawanan dengan kepentingan pedagang uang (penguasa keuangan) tersebut diatas.
Pada tahun sebelumnya, 21 November 1864, Abraham Lincoln menulis surat pada temannya, diantaranya mengatakan : "Penguasa keuangan (pedagang uang yang adalah bankir-bankir Yahudi internasional) memangsa bangsa-bangsa di masa damai dan berkomplot melawan mereka di masa kesengsaraan. Itu lebih sewenang-wenang daripada kerajaan, lebih biadab daripada otokrasi, lebih egois daripada birokrasi"
Abraham Lincoln dibunuh karena anti perbankan yang sejak sejarah awalnya bersendikan riba dan uang kertas dengan alasan untuk melindungi rakyat  dari kesewenang-wenangan perbankan yang memelaratkan, menyelamatkan rakyat dari musuh keadilan, musuh kemakmuran dan musuh kesejahteraan. Bukan alasan mentaati Yang Maha Menciptakan makhluk semesta alam  sesuai ajaran yang diwahyukan pada kitab-kitab-Nya

Apa yang terjadi pada sejarah yang dikemukakan ini membuktikan :
Pertama : Adanya anti riba yang bukan merupakan ketaatan pada Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa. Ini adalah peringatan buat para hamba Allah untuk mewaspadai shalat, zakat, shiyam dan hajjinya juga, karena bisa jadi hanya dengan alasan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan sosial yang ternyata bukan karena mentaati Allah yang Menciptakan dirinya.
Kedua : Sistem perbankan, uang kertas dan riba, satu sama lain tidak berdiri sendiri mengapa, untuk apa dan oleh siapa dalam sejarahnya ia diadakan.
Ketiga : Nabi 'Isa dan Nabi Muhammad shalawaatullaah 'alaihimaa memimpin umat menjalankan zakat dan shadaqah, muamalah dinar berjual beli barang dan jasa serta anti riba menentang jual beli uang.
Nabi 'Isa dan Nabi Muhammad shalawaatullaah 'alaihimaa, sebagaimana para Nabi dan Rasul Allah sebelumnya, menjalankan misi mentaati kitab-kitab Allah (termasuk Zabur, Taurat, Injil dan Al-Qur'an) yang diwahyukan itu terjaga dari dialihkannya missi ketaatan itu pada ajaran teologi.

Agama-agama Teologi

Salafy

Salaf (bahasa Arab: Salaf a -āli) adalah generasi pertama dari kalangan sahabat dan tabi'in (dua generasi pasca sahabat) yang berada di atas fitrah (dien/agama) yang selamat dan bersih dengan wahyu Allah. Yang kemudian dijadikan sebagai salah satu aliran dalam agama Islam yang mengajarkan syariat Islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan. Seseorang yang mengikuti aliran ini disebut Salafy (as-Salafy), jamaknya adalah Salafiyyun (as-Salafiyyun).[1]
Para Salafy beranggapan bahwa, jika seseorang melakukan suatu perbuatan tanpa adanya ketetapan dari Allah dan rasul-Nya, bisa dikatakan sebagai perbuatan bid'ah.
SIAPAKAH SALAFY? 1) Siapakah Salafush Sholeh?. Secara sederhana dapat diartikan sebagai “orang-orang shalih terdahulu.”. Secara terminologi bahasa arab bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan." (Lisanul Arab, karya Ibnu Mandhur 7/234). Secara terminologi syariat bermakna: Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam, tabi'in (murid-murid shahabat) dan tabi'ut tabi'in (murid-murid tabi'in)". (Manhajul Imam As Syafi'i fii Itsbatil `Aqidah). Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi sesudahnya lagi.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi ‘Ashim, Bukhari dan Tirmidzi).

Diantara faham Salafy adalah bahwa : pokok pemahaman para Salaf terhadap pemerintah adalah sbb: - Selama di dalam negara itu masih dikumandangkan adzan, ditegakkan shalat, puasa, zakat maka negara itu negara Islam meskipun undang-undang negara itu bukan undang-undang Islam dan hukum yang berlaku bukan hukum Islam. Sebagaimana hadits Nabi yang melarang pasukan kaum muslimin menyerang suatu kota yang didalamnya dikumandangkan adzan. Sehingga yang menjadi pembeda negara itu adalah negara kafir atau bukan adalah dikumandangkannya adzan! Subhanallah, inilah jika kita berpegang teguh pada sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam, sedikitpun kita tidak akan tergelincir, maka Indonesia adalah negeri Islam dan haram bagi kita untuk memberontak pada negara Indonesia. - Wajib taat kepada penguasa sekalipun penguasa itu zhalim. Sebagaimana disebutkan dalam ayat : taatlah kamu kepada Allah, Rasul dan ulil amri di antara kamu. Taat ini artinya taat kepada pemerintah selama bukan dalam hal maksiat. Taat ini berarti kita tidak boleh memberontak pada pemerintah yang sah atau berbuat makar yang merusak keamanan masyarakat.

Faham Salafy bahwa yang menjadi pembeda negara itu adalah negara kafir atau bukan adalah dikumandangkannya adzan,  adalah pandangan teologi. Itulah yang menjadikan faham salafy menjadi agama teologi. Diantara yang membedakan suatu faham itu itu ahlussunnah wal jama'ah 'alaa minhajin-nubuwah ataukah ia agama teologi adalah bertanggung jawab atau tidaknya faham itu akan keterikatannya dengan shahifah nabawiyah yang diantara diktumnya menyebutkan :

وَلاَ يَقْتُلُ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنًا فِي كَافِرٍ وَلاَ يُنْصَرُ كَافِرٌ عَلَى مُؤْمِنٍ
Seorang mukmin tidak boleh membunuh seorang mukmin yang lain dalam rangka membela orang kafir. Dan tak seorangpun yang kafir diberi pertolongan dalam perbuatan serangan terhadap seorang mukmin.
Di AS ada orang yang mengumandangkan adzan dan untuk itu kerajaan Saudi Arabia lebih setia mendukung AS memerangi Iraq dengan Saddam Huseinnya, Afghanistan dengan Osamah bin Laden dan Mujahidinnya, Libya dengan Qadzafinya dan AS didirikan untuk senantiasa menjadi pohon gharqad menyembunyikan kebiadaban negara Yahudi yang mentopengi diri dengan nama yang menjadi gelar Nabi Ya'qub : Israel. Karena fundamentalisme radikal Salafy sami'naa wa atha'naa (kami mendengar dan kami taat) pada teologi kerajaan Arab Saudi (bukan negara lain manapun) menjadikan Salafy beragama teologi. Teologi resmi Saudi Arabia. Salafy, nama yang disandarkan pada generasi terbaik pada masa kepemimpinan Rasulullah, kemudian generasi kedua dan kemudian generasi ketiga sebagai nama yang sangat terhormat dan mulia disandang sebagaimana gelar Nabi Ya'qub disandang sebagai sebutan negara zionis Yahudi.
Salafy menjadi garda terdepan di bidang keagamaan teologi Saudi Arabia seraya lepas tanggung jawab dari ikatan dirinya dengan shahifah nabawiyah yang juga mendiktumkan pasal sebagai berikut :
وَإِنَّهُ لاَ يَحِلُّ لِمُؤْمِنٍ أَقَرَّ بِمَا فِي هَذِهِ الصَّحِيْفَةِ وَآمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ أَنْ يَنْصُرَ مُحْدَثَنَا وَلاَ يُؤْوِيْهِ وَإِنَّهُ مَنْ نَصَرَهُ أَوْ آوَاهُ فَإِنَّ عَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَغَضْبَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُؤْخَذُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلاَ عَدْلٌ
Bahwasanya tidak halal bagi seorang mukmin yang terikat ikrar dengan apa yang ada dalam shahifah ini dan beriman kepada Allah dan Hari Akhir menolong orang yang mengada-ada terhadap kami dan tak ada yang melindungi orang itu. Dan barangsiapa menolong dan/atau melindunginya maka sesungguhnya baginyalah la'nat Allah dan juga kemurkaan-Nya pada Hari Kiamat dan tak ada baginya yang memalingkan dan yang menjadi tebusan pengganti dari pada la'nat itu.
وَأَنَّ اللهَ عَلَى مَنِ اتَّقَى مَا فِي هَذِهِ الصَّحِيْفَةِ وَأَبَرَّهُ
Bahwasanya perlindungan Allah diatas orang yang menjaga konsisten pada apa yang ada dalam Shahifah ini dan diatas orang yang tetap setia bakti.

Faham Salafy sedemikian itulah yang tumbuh bermula di jazirah Arab, berkembang seiring dengan, dan membentengi kerajaan Arab Saudi. Karena itu, Salafy walaupun pengikutnya ada yang keberatan disebut begita saja sebagai Wahaby, namun demikian bermula, berkembang dan perannya membentengi ideology dan kerajaan Arab Saudi, sehingga tidak dapat dipisahkan dengan Wahaby.


Wahaby

Wahhabisme adalah gerakan keagamaan[1] atau cabang[2] dari Islam. Gerakan ini dikembangkan oleh seorang teolog Muslim abad ke-18 (Muhammad bin Abdul Wahhab) dari Najd, Arab Saudi, yang menganjurkan membersihkan Islam dari "ketidakmurnian". Wahhabisme adalah bentuk dominan dari Islam di Arab Saudi.[3] Wahhabi telah mengembangkan pengaruh yang cukup besar di dunia Muslim di bagian melalui pendanaan masjid Saudi, sekolah dan program sosial. Doktrin utama Wahhabi adalah Tauhid, Keesaan dan Kesatuan Allah.[4] Ibn Abd-al-Wahhab dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Ibnu Taymiyyah dan mempertanyakan interpretasi klasik Islam, mengaku mengandalkan Alquran dan Hadits.[4] Ia menyerang sebuah "kemerosotan moral yang dirasakan dan kelemahan politik" di Semenanjung Arab dan mengutuk apa yang dianggap sebagai penyembahan berhala, kultus populer orang-orang kudus, dan kuil dan kunjungan ke kuburan.[4]
Istilah "Wahabi" dan "Salafi" (serta ahl al-hadith, orang-orang hadits) sering digunakan secara bergantian, tapi Wahabi juga telah disebut "orientasi tertentu dalam Salafisme",[2] beberapa orientasi menganggap ultra-konservatif dan sesat.[5][6]

Wahabi bisa dilihat dari perannya yang bisa dikutip sebagai berikut :
Berkat kolaborasi antara Sa'ud bin Abdal 'Aziz - dengan legitimasi teologis dari Wahabbisme, atau ajaran Syekh Muhammad ibn Wahhab - dan pelindungnya Winston Churchil, PM Inggris ketika itu berdirilah kemudian sebuah kerajaan nasional di tanah Hijaz, pada 8 Januari 1926. Pada 1932 Tanah Hijaz, yang semula merupakan bagian dari Daulah Utsmani, oleh rezim yang baru ini secara resmi dinamai: Sa'udi Arabia! Inilah satu-satunya negara di dunia ini yang mendapat nama dari nama seseorang. http://wakalanusantara.com/detilurl/Mengapa.Saudi.Arabia.Tidak.Pakai.Dinar.Dirham/549


NU (Nahdhatul Ulama)

NU (Nahdhatul ‘Ulama / Kebangkitan Ulama)  menganut paham Ahlussunah waljama'ah (tanpa 'alaa minhajin-nubuwwah, tanpa diatas jejak kenabian) sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariathttp://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama

Sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik inilah yang menjadikan NU memperlakukan Al-Qur'an dan sunnah (kenabian Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam) sebagai kompartemen beragamanya dimana kompartemen yang lain kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik yang di dalam realitas empirik itu ada agama-agama lain, faham ideologi non agama dan bahkan anti agama. Tidak malu merujuk kepada teologi seperti teologinya Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi, mengikuti madzhab fiqih dan aliran tasawuf, kemudian menyebut agama Islam untuk agama teologi, agama madzhab dan agama tasawuf.


Agama Hindu

Agama Hindu (Bahasa Sanskerta: Sanātana Dharma सनातन धर्म "Kebenaran Abadi" ), dan Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa. http://id-id.facebook.com/pages/Agama-Hindu/113763375300490?sk=wiki

Bangsa Indo-Iran yang disebutkan sebagai bangsa Arya adalah bangsa keturunan campuran antara Yahudi dengan Eropa dan Iran. Dalam kelas-kelas bangsa Yahudi, Yahudi bangsa Arya adalah Yahudi kelas dua (kelas B). Adapun Yahudi Bani Israil yang diakui adalah yang lahir dari orang tua laki-laki dan orang tua perempuannya Yahudi (bukan campuran)
Kelas tiga (kelas C) adalah Yahudi Arab : campuran Yahudi dengan Mesir, Irak, Syria dan sebagainya. Yahudi kelas enam (kelas F) adalah Yahudi Mulat : campuran langsung Yahudi dan Negro.
Kedudukan kelas ini perlu diketahui karena dalam ajaran Bangsa Yahudi diantaranya mengajarkan :
"Seorang Yahudi yakni seorang Bani Israil yang terpilih Yahweh, ditempatkan dalam satu tingkatan derajat tinggi, dengan syarat ia harus lahir dari air yang murni tidak tercampuri air goyim (non- Yahudi)" (Pengantar Protokol)
"Kemurnian keyahudian tidak tergoyahkan faham yang ia anut, baik ia seorang Qabbalah, seorang Nasrani, seorang teosof, seorang kahin (dukun), ataupun seorang Muslim, ataupun seorang ateis, kemurnian keyahudian hanya terkotori satu kotoran yakni kotoran darah goyim (non-Yahudi) (Pengantar Protokol).
"Seorang Yahudi harus menjadi 'penebar bibit faham' dimanapun ia berdiam dan bukan 'bibit agama Musa' karena : seorang goyim (non-Yahudi) tetap goy, walaupun mereka menganut agamamu dan melaksanakan adat istiadatmu, hanya kamu dapat mengendalikan mereka demi kepentingan Israel bangsa terpilih" (Pengantar Protokol)
"Hendaklah kamu hati-hati terhadap mereka yang memilih agamamu sebagai agamanya, karena seorang goy (non-Yahudi) tetap kambing perahanmu dan jika ternyata mereka itu berdarah goy (non-Yahudi), berdarah campuran, pecatlah dari kebangsaanmu itu dengan satu siasat agar ia tetap menguntungkan kamu" (Pengantar Protokol) (A.D El Marzdedeq, Dim.Av, Jaringan Gelap Freemasonry, Syamil Cipta Media, Bandung, cet. ketiga; 2007, hal. 8-9)

Program Yahudi Konspirator :
Program Kedua dinamakan "Shada" yaitu;
Membentuk agama baru dan agama tandingan di seluruh dunia.

Salah satunya yaitu di India ketika Islam bangkit untuk kembali ke Al-Quran dan Hadist dan mengobarkan Jihad fisabilillah, pihak penjajah Inggris bekerja sama dengan Freemasonry mendirikan gerakan anti Jihad. Antara lain yaitu dengan menggalakkan sufi dengan perantara ulama bayaran anggota Freemasonry. Ditunjuknya seorang Freemason “Mirza Ghulam Ahmad”, ia mendakwakan dirinya sebgai Nabi akhir zaman, Budha Awatara, Krisna, dan semacamnya.
Nabi 'Isa dan Nabi Muhammad shalawaatullaah 'alaihimaa, sebagaimana para Nabi dan Rasul Allah sebelumnya, menjalankan misi mentaati kitab-kitab Allah (termasuk Zabur, Taurat, Injil dan Al-Qur'an) yang diwahyukan itu terjaga dari dialihkannya missi ketaatan itu pada ajaran teologi.
Nabi 'Isa dan Nabi Muhammad shalawaatullaah 'alaihimaa, sebagaimana para Nabi dan Rasul Allah sebelumnya tidak beragama teologi. Hal ini sangat jelas dalam perjuangan Nabi Isa dan Nabi Muhammad 'alaihimaas-salaam memimpin umat menjalankan dinamika kehidupan masyarakat : berjual beli barang dan jasa, - dinar dan dirham - zakat dan shadaqah menghadapi sistem perbankan - uang kertas - riba.

Kamis, 15 Desember 2011

Nasionalisme

Dalam revolusi Perancis kekuasaan telah dilepaskan dari raja, dikembalikan kepada rakyat bangsa (nation) Perancis. Kepercayaan kepada bangsa melahirkan faham kebangsaan (nasionalisme).
Nasionalisme adalah paham berdasarkan rasa kebangsaan; yaitu gerakan yang memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, kemakmuran dan kepentingan-kepentingan lain dari suatu bangsa.
Menurut Hans Kohn (dalam Ziauddin Sardar, Rekayasa Masa Depan Islam, 1986) nasionalisme diartikan sebagai “suatu keadaan pada individu di mana ia merasa bahwa pengabdian yang paling tinggi adalah untuk bangsa dan tanah air”.
Berbeda dengan tumbuhnya nasionalisme bangsa Perancis di Barat, maka nasionalisme yang tumbuh di negeri-negeri Timur yang merdeka terbebas dari koloni bangsa Barat adalah nasionalisme berdasarkan wilayah jajahan kolonialnya. Seperti kebangsaan (nasionalisme) Indonesia tumbuh di wilayah Nusantara, wilayah yang merdeka dari jajahan Belanda.
Di negeri yang sudah lama merdeka dari penjajahan, nasionalisme merupakan gerakan yang konservatif, bahkan kadang-kadang tampak sebagai politik yang bercorak imperialisme.
Pada bangsa-bangsa yang ada dalam penjajahan kekuasaan asing nasioalisme biasanya revolusioner sifatnya.       
Nasionalisme sebagai hasil revolusi Perancis pada mulanya adalah cita-cita suci rakyat. Tujuannya adalah membebaskan bangsa-bangsa dari kekuasaan absolutisme, memaklumkan kemerdekaan mereka, menyerahkan lambang kedaulatan dari raja kepada rakyat, mendirikan susunan masyarakat berdasarkan asas kesederajatan, kebebasan dan persaudaraan. Akan tetapi setelah ditegakkan sebagai asas politik yang pokok, maka nasionalisme mengalami nasib yang sama dengan nasib semua cita-cita revolusioner, yakni berhenti dari sifat revolisoner setelah menjelma menjadi kenyataan.
Nasionalisme bukan suatu konsepsi politik. Ia tidak mewakili cita-cikta kemanusiaan. Ia hanyalah merupakan “pernyataan utama” dari kepentingan orang yang paling berkuasa.
Hanya dua kenyataan mengenai manusia : 1). Individu dan 2) Umat manusia. Semua penggolongan menurut kasta, suku, kelas, bangsa adalah penggolongan yang sewenang-wenang, dangkal (Ceramah Ideologi Ustadz Ahmad Zuhri, Villa Hidayatullah, Batu, Malang, 17-19 Mei 1999).
Di samping nasionalisme hasil revolusi bangsa Perancis dan nasionalisme yang timbul dan reaksi bangsa-bangsa jajahan Barat di Timur yang memerdekakan diri dari kekuasaan kolonial, juga terdapat nasionalisme yang dikobarkan dari Barat dihembuskan ke bangsa-bangsa muslim. Nasionalisme yang disebutkan terakhir ini menurut Muhammad Al Ghazali dalam buku Mi-ah Su-al ‘Anil Islam, juga nasionalisme yang baru muncul dua abad silam di benua Eropa, sengaja disebarkan oleh musuk-musuh Islam ke tengah kaum Muslimin. Mereka melihat, paham ini sangat potensial untuk menghancurkan persatuan umat Islam sedunia yang memang terdiri dari berbagai suku dan bangsa. Dan mereka berhasil. Paham yang semula tidak dikenal dalam Islam, kini telah menjadi bagian denyut nadi umat, nyaris tanpa koreksi.
Turki, sebagai pusat pemerintah Islam adalah negeri pertama yang dijadikan tempat persemaian pahan nasionalisme. Bernard Lewis dalam buku Islam in History sebagaimana dikutip oleh Dr. Muhammad Naqawi dalam buku Islam dan Nasionalisme menyebut tiga tokoh Yahudi yang menyebarkan nasionalisme di Turki. Mereka adalah Artur Lumiety David, seorang Yahudi Ingris yang pergi ke Turki dan menulis buku Preliminary Discourses. Di situ ia berupaya menunjukkan betapa bangsa Turki adalah ras lain yang khas dan lebih unggul dari bangsa Arab maupun ras timur lain. Pikiran ini sangat berpengaruh pada orang-orang Turki. Pertama kali itulah mereka membayangkan diri sebagai ras yang berbeda dan lebih unggul dari ras lain. Gagasan ini makin berkembang setelah tahun 1851. Fuad dan Joudat Pasha menerjemahkan kebanyakan karya David ke dalam bahasa Turki. Sementara itu, penulis lain, Ali Sawi, menerbitkan artikel-artikel yang berbicara tentang kegemilangan masa lalu ras Turki. Lalu, David Leon Cohun, Penulis Yahudi Perancis, tahun 1899 menulis buku tentang superiositas bangsa Turki, puji-pujian kepada dan sejarah perjuangan mereka.
Bernard Lewis sangat yakin, orang-orang Yahudi inilah yang mengilhami berdirinya gerakan Turki Muda tahun 1908 - sebagai penggerak utama di dalam negeri bagi penghancuran Khilafah (Kekhalifahan) Ustmani. Paham nasionalisme Turki telah membangkitkan prasangka rasial dan melemahkan ikatan mereka dengan kaum Muslimin di belahan lain.
Orang-orang Eropa mulanya mendirikan kelompok-kelompok rahasia, seperti Turki Muda yang pada awalnya dibantu oleh Perancis melalui konsulatnya. Pada tahun 1908. Turki Muda melancakan kudeta dan menculik Sultan Abdul Hamid II. Pada anggota Turki Muda mengambil alih kekuasaan. Mereka melancarkan kebijakan-kebijakan politik sekularisasi. Sebagai jawaban atas kebijakan itu, orang-orang Arab, Kurdi, Albania dan kelompok masyarakat yang lain membentuk pula kelompok masyarakat sendiri secara rahasia. (Shaber Ahmed dan Abid Karim, Akar Nasionalisme di Dunia Islam, Al-Izzah, Bangil, Cet. I, 1997, hal. 73-74).
Tetapi yang paling berperan dalam penciptaan nasionalisme Turki dan Arab adalah seorang  orientalis tersohor, Arminius Vambery anak Rabi Yahudi Hongaria. Ia menyebarkan sejumlah tulisan mengenai keharusan menghidupkan kembali kebangsaan, bahasa dan literatur Turki. Tulisan ini menarik perhatian kaum terdidik yang sudah sangat terbaratkan.
Jelaslah bahwa kekhilafahan Turki Utsmani yang selama sekitar 500 tahun menyatukan kaum Muslimin se-dunia mendapatkan paham nasionalisme dari Barat.  Sebelum gagasan Barat tentang nasioalisme ini berkembang, tidak ada tanda-tanda adanya nasionalisme di wilayah kekhalifahan Turki Utsmani. Bahkan sampai pada permulaan abad ke 20 ini, Turki tidak memandang bangsa Arab sebagai orang asing, dan demikian pula sebaliknya. Bangsa Arab damai-damai saja menjadi bagian dari kekhilafahan itu, karena merekapun satu agama. Malah khalifah Sultan Abdul Hamid didampingi penasihat yang berasal dari Arab, seperti Abdul Huda.
Satu tujuan utama mengapa orang-orang Yahudi merangsang perasaan nasionalisme adalah untuk melicinkan jalan bagi penduduk Palestina. Orang Yahudi menyimpulkan bahwa tidak ada cara lain untuk mewujudkan Negara Israel di tanah Palestina kecuali dengan menumbangkan Khalifah Abdul Hamid, memenjarakannya dan menyulut perselisihan antara Arab dan Turki. Dan itulah yang kini terjadi, Negara Israel berhasil didirikan di tanah Palestina, dan sekitar 1,2 miliar kaum Muslimin yang telah terpecah lebih dari 50 negara (pada umumnya telah disekulerkan) tidak mampu menghadapi kejahatan Negara Yahudi yang berpenduduk hanya sekitar 7 juta itu, hingga sekarang (Lembar Jum'at, Misykat, Semarang, edisi 76).


Setelah dihidupkan dan dikobarkan ashabiah kebangsaan di Arab, suku-suku yang kuat dimobilisir untuk bangkit melawan khilafah Utsmani dengan diberikan janji berupa bantuan keuangan dan kemerdekaan negaranya. Inggris pada awalnya memanfaatkan Syarif Hussain bin Ali beserta anaknya Faisal dan Abdullah bin Hussain untuk memberontak melawan Khalifah. Hasil dari kebijakan politik Turki Muda dan pengaruh Inggris terhadap Syarif Hussain, maka terjadilah revolusi Arab tahun 1916. Semua diatur Inggris dan jaringan inteligennya. Bendera revolusi Arabpun dipilihkan oleh Inggris dan sekarang dipakai Palestina Liberation Organization (PLO).
Agen intelegen Inggris, TE Lawrence menyebutkan dalam bukunya,’Seven Pillars of Wisdom’ sebagai berikut : “Sebelum saya di tanah Hijaz, saya percaya benar bahwa gerakan nasionalistik Arab akan menjatuhkan Negara Utsmani” (Shaber Ahmed dan Abid Karim, Akar Nasionalisme di Dunia Islam, Al-Izzah, Bangil, Cet. I, 1997, hal. 74-75).
Ketika Inggris mulai tidak menyukai Syarif Hussain bin Ali, kemudian Inggris menggantikannya dengan Abdul Al-Aziz bin Sa’ud, yang juga dibantu Inggris dalam usahanya untuk meraih kekuasaan. (Shaber Ahmed dan Abid Karim, Akar Nasionalisme di Dunia Islam, Al-Izzah, Bangil, Cet. I, 1997, hal. 60).
Latar belakang keluarga Sa’ud, diantaranya adalah bahwa pada pertengahan abad ke-18, sebuah amirat lokal, dipimpin oleh amirnya, Muhammad ibn Sa'ud (meninggal 1765), menguasai suatu desa yang kering dan miskin, Dariyah. Karena kegiatannya yang selalu membuat onar, dan mengganggu jamaah haji, kelompok Al Sa'ud terus-menerus dalam konflik dengan pemerintahan Utsmani.
Beberapa tahun kemudian, berkat bantuan seorang broker politik, Rashid Ridha namanya murid dari Muhammad Abduh, untuk memperkuat rong-rongan terhadap Istambul, anak cucu Ibn Sa'ud membangun aliansi dengan Pemerintah Kolonial Inggris. Aliansi ini terjadi pada masa Sa'ud bin Abdal Aziz, anak Abdal Aziz Ibn Sa'ud, cucu Muhammad ibn Sa'ud. Untuk perannya ini Ridha 'menerima imbalan 1,000 pound Mesir untuk mengirimkan sejumlah utusan ke provinsi Arab di [wilayah] Utsmani untuk memicu pemberontakan,' pada 1914.
Ketika itu Ridha juga telah mendirikan sebuah organisasi lain, Liga Arab (Al-jami'a al-arabiyya), dengan tujuan menciptakan 'persatuan antara Semenanjung Arabia dan provinsi-provinsi Arab di Kekaisaran Utsmani'. Agenda organisasi ini adalah pendirian 'Kekhalifahan (Konstitusional) Arab', suatu rencana yang tidak pernah terwujudkan. Yang lahir kemudian adalah Kerajaan Saudi Arabia.

Berkat kolaborasi antara Sa'ud bin Abdal 'Aziz - dengan legitimasi teologis dari Wahabbisme, atau ajaran Syekh Muhammad ibn Wahhab - dan pelindungnya Winston Churchil, PM Inggris ketika itu berdirilah kemudian sebuah kerajaan nasional di tanah Hijaz, pada 8 Januari 1926. Pada 1932 Tanah Hijaz, yang semula merupakan bagian dari Daulah Utsmani, oleh rezim yang baru ini secara resmi dinamai: Sa'udi Arabia! Inilah satu-satunya negara di dunia ini yang mendapat nama dari nama seseorang. Salah satu mata rantai awal pemberontakan ini sendiri, adalah Amir di Najd waktu itu, Abdullah Ibn Sa'ud, berhasil ditangkap dan akhirnya dipancung di depan istana Topkapi, di Istanbul, setelah diadili dan dinyatakan sebagai seorang zindiq, pada 1818.